Senin, 18 Maret 2013


Indonesia sebagai salah satu Negara yang berdaulat, paham tentang kedaulatan rakyat merupakan pilihan yang telah difikirkan jauh-jauh dari oleh para The founding fathers Negara ini. Prinsip tersebut dapat dijumpai dalam system pengambilan keputusan yang senantiasa menikutsertakan rakyat didalam pengambilan keputusan agar produk hukum yang dikeluarkan mewakili aspirasi mereka dan sesuai dengan salah satu tujuan dari pada hukum yaitu mensejahterakan masyarakat dan menciptakan rasa aman dan tentram.
Sejak ditetapkanya Undang Undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Indonesia terlihat ingin membenah sebagai fungsi pengaturnya dalam penataan kawasan kawasan guna mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasionala dengan terwujudnya keharmonisan dan keterpaduan penggunaan lingkungan alam dan lingkungan buatan, dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
  Dalam plolega 2013 di cantumkan oleh DPRA, Qanun RTRW merupakan salah satu dari dua puluh satu Qanun Prioritas yang ingin dituntaskan. Sebagaimana diketahui bahwa qanun ini merupakan implementasi dari undang-undang no. 26 tahun 2007 dengan aturan pelaksana Peraturan Pemerintah no. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai wujud Law as a tool of social engineering.
 Menurut tingkat administrasi pemerintahan, perencanaan tata ruang dilaksanakan secara berhirarki mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Dikaitkan dengan substansinya, RTRWN berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang memiliki nilai strategis nasional (sistem nasional). RTRWP berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan sistem provinsi dengan memperhatikan sistem nasional yang ditetapkan dalam RTRWN. Sementara RTRWK berisi arahan struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang di wilayahnya dengan memperhatikan hal-hal yang telah diatur dalam rencana tata ruang pada hirarki di atasnya. Rencana tata ruang yang berhirarki ini harus dilaksanakan dengan memperhatikan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing tingkat pemerintahan, untuk menghindari tumpang tindih pengaturan pada obyek yang sama. Dengan kata lain, perencanaan yang berhirarki harus memenuhi prinsip saling melengkapi, Sinergis dan Tidak boleh tumpang tindih.
kawasan Lindung atau yang sering dikenal dengan wilayah konservasi adalah kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan. Kawasan ini merupakan wilayah yang dijaga kelestarianya agar menjaga keseimbangan gas emisi dan pada dekade terakhir menjadi sorotan masyarakat di dunia sejak bumi diancam dengan Pemanasan Global. Pada kawasan juga harus membatasi kegiatan dan atau usaha semacam eksploitasi yang  menimbulkan prubahan geografis dan  menimbulkan dampak langsung terhadap Lingkungan.
kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Pada kawasan ini membolehkan kegiatan dan atau usaha sesuai dengan izin yang dikeluarkan Pejabat administrasi.

Penetapan kawasan Konservasi dan Observasi harus mengacu kepada pembangunan berbasis lingkungan dan aspek kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Aceh Tengah Meliliki potensi pertanian dan perkebunan yang tidak diragukan lagi, bahkan kopi merupakan Menjadi Komiditi ekspor non migas paling tinggi di aceh ditambah lagi kemampuan Produktif sumber daya alam sebagai modal investasi bagi proses pembangunan. Data terkhir dari PNPM menunjukan Dari 4.318,39 KM2 luas wilayah aceh tengah, 73.461 ha adalah perkebunan kopi dengan menghasilkan 38.505 ton pertahun, atau kira kira 12,5 juta dollar. Dan sudah seyogyanya penetapan Perkebunan Kopi sebagai Kawasan Ekonomi Strategis kabupaten Aceh Tengah.
Masalah pemukiman masyarakat juga harus diperhatikan dalam penyusunan pola ruang ini, karena banyak desa yang telah berdiri bahkan jauh  sebelum kemerdekaan Indonesia. Akan tidak relevan apabila kemudian Produk Hukum yang dikeluarkan tidak mempertimbangkan aspek ini. Dan yang kita takutkan implementasi dari Qanun RTRW ini tidak sesuai dengan Normatifnya bahkan tidak bisa dijalankan .
Pelibatan masyarakat dalam Proses perumusan perencanaan tata ruang harus merupakan salah langkah yang harus ditempuh, dengan penetapan hal ini diharapkan penetapan ini sesuai dengan keadaan daerah sesungguhnya dan penetapan yang dilakukan tidak terkesan diterka-terka seperti halnya isu yang beredar yang akan menetapkan wilayah konservasi hampir 80 % oleh pemerintah pusat yang jelas jelas tidak berfihak kepada rakyat tidak terjadi.


Oleh: Ahlaz Zikri
Ketua umum Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Aceh Tengah (IPPEMATA Banda Aceh)